Show Kastolani Minggu, 12 September 2021 - 21:20:00 WIB
JAKARTA, iNews.id - Tiap Muslim harus berpegang teguh kepada aqidah. Sebab, aqidah merupakan pondasi dan dasar dalam agama dan dasar dari segala amal yang akan dilakukan. Oleh karena itu untuk membekali diri dan menjaga kualitas keimanan, maka setiap mukallaf memiliki kewajiban memahami hakikat aqidah Islam beserta ruang lingkupnya secara benar. BACA JUGA: Pemahaman dan komitmen yang benar terhadap akidah Islam akan menjadi penuntun setiap mukallaf dalam berperilaku. Pengertian Aqidah berakar dari kata Aqada-Ya'qidu-Aqdatan yang berarti tali pengikat sesuatu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika masih dapat dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada akidahnya. Dalam pembahasan yang masyhur aqidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan. BACA JUGA: Dalam kajian Islam, arti aqidah adalah tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini. Aqidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan dan kebimbangan, maka tidak disebut aqidah. Jadi aqidah itu harus kuat dan tidak ada kelemahan yang membuka celah untuk dibantah. BACA JUGA: M Syaltut menyampaikan bahwa aqidah adalah pondasi yang di atasnya dibangun hukum syariat. Syariat merupakan perwujudan dari aqidah. Oleh karena itu hukum yang kuat adalah hukum yang lahir dari aqidah yang kuat. Tidak ada aqidah tanpa syariat dan tidak mungkin syariat itu lahir jika tidak ada aqidah. Ibnu Khaldun mengartikan ilmu aqidah adalah ilmu yang membahas kepercayaan-kepercayaan iman dengan dalil-dalil akal dan mengemukakan alasan-alasan untuk menolak kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaan golongan salaf dan ahlus sunnah. Semua yang terkait dengan rukun iman tersebut sudah disebutkan dalam Al Quran, surah al-Baqarah ayat 285: اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul Nya. (mereka mengatakan): «Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya», dan mereka mengatakan: «Kami dengar dan Kami taat.» (mereka berdoa): “Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Q.S. Al-Baqarah [2] :285). Dalam suatu hadis Nabi Saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril mengenai iman dengan mengatakan: “Bahwa engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” ( HR. Bukhari ) Berdasarkan hadis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rukun iman itu ada enam: 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Malaikat Allah 3. Iman kepada kitab-kitab Allah 4. Iman kepada Rasul-Rasul Allah 5. Iman kepada hari akhir, 6. Iman kepada qada’ dan qadar. Dalil dalam Aqidah Argumentasi yang kuat dan benar yang memadai disebut Dalil. Dalil dalam akidah ada dua yaitu: a. Dalil ‘Aqli ( ). Dalil yang didasarkan pada penalaran akal yang sehat. Orang yang tidak mampu mempergunakan akalnya karena ada gangguan, maka tidak dibebani untuk memahami Akidah. Segala yang menyangkut dengan Aqidah, kita tidak boleh meyakini secara ikut-ikutan, melainkan berdasarkan keyakinan yang dapat dipelajari sesuai dengan akal yang sehat. b. Dalil Naqli ( ) Dalil naqli adalah dalil yang didasarkan pada al-Qur’an dan sunah. Walaupun akal manusia dapat menghasilkan kemajuan ilmu dan teknologi, namun harus disadari bahwa betapapun kuatnya daya pikir manusia, ia tidak akan sanggup mengetahui hakikat zat Allah yang sebenarnya. Contoh Aqidah dalam Kehidupan Sehari-Hari: 1. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. 2. Berpegang Teguh kepada Al Quran dan hadits Nabi SAW. 3. Menjauhkan diri dari semua perbuatan syirik 4. Meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT dengan sholat berjamaah. 5. Berserah diri dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Tujuan Aqidah Islam Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yaitu: a. Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah. Karena Allah adalah Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya . b. Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari lemahnya aqidah. Karena orang yang lemah akidahnya, adakalanya kosong hatinya dan adakalanya terjerumus pada berbagai kesesatan dan khurafat. c. Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas. Karena akidah ini akan memperkuat hubungan antara orang mukmin dengan Allah, sehingga ia menjadi orang yang tegar menghadapi segala persoalan dan sabar dalam menyikapi berbagai cobaan. d. Meluruskan tujuan dan perbuatan yang menyimpang dalam beribadah kepada Allah serta berhubungan dengan orang lain berdasarkan ajaran al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah saw. e. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan kesempatan yang baik untuk beramal baik. Sebab setiap amal baik pasti ada balasannya. begitu sebaliknya, setiap amal buruk pasti juga ada balasannya. Di antara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan. Cara Meningkatkan Kualitas Aqidah Seseorang yang beriman kepada Allah SWT maka ia harus melakukan semua yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi semua yang dilarangNya. Jika ia beriman kepada kitab Allah, maka ia harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Jika ia beriman kepada para rasul Allah, maka ia wajib melaksanakan ajaran yang disampaikan para rasul dengan sebaik-baiknya serta meneladani akhlaknya: (1) Melalui pembiasaan dan keteladanan. Pembiasaan dan keteladanan itu bisa dimulai dari keluarga. Di sini peran orang tua sangat penting agar akidah itu bisa tertanam di dalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin (2) Melalui pendidikan dan pengajaran Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan aqidah di dalam hatinya. Wallahu A'lam Sumber: Buku siswa Akidah Akhlak, Madrasah Aliyah Kelas X (Kemenag 2014). Editor : Kastolani Marzuki TAG : Pengertian Aqidah Contoh Tujuan Hadits adalah semua perbuatan, perkataan dan takrir (diamnya) Nabi Muhammad saw. Hadits merupakan dasar hukum aqidah Islam yang kedua setelah Al-Qur'an, baik sumber hukum dalam akidah maupun semua persoalan hidup. Hal ini dikarenakan semua yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw adalah wahyu dari Allah, bukan sekedar memperturutkan hawa nafsu saja. Sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: “ Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).(Qs. an-Najm: 3-4) Allah SWT memberi petunjuk kepada manusia untuk mengikuti kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”…. (Q.S. Al-Hasyr : 7)
Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas terkait pentingnya aqidah dalam kehidupan seorang insan. Semoga yang kami bahas ini bia bermanfaat untuk kita semua. Aqidah secara bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah aqidah artinya keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian agama maka pengertian aqidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
Sehingga aqidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai keraguan di dalam hati seseorang (lihat At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali hal. 9, Mujmal Ushul hal. 5) Kedudukan Aqidah yang BenarAqidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya: فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110) Allah ta’ala juga berfirman, وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65) Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan aqidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya. Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya: وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ “Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)'” (QS. An Nahl: 36) Bahkan setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang benar) bagi kalian selain Dia.” (lihat QS. Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85). Inilah seruan yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh Nabi-Nabi kepada kaum mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mekkah sesudah beliau diutus sebagai Rasul selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid (mengesakan Allah dalam beribadah) dan demi memperbaiki aqidah. Hal itu dikarenakan aqidah adalah fondasi tegaknya bangunan agama. Para dai penyeru kebaikan telah menempuh jalan sebagaimana jalannya para nabi dan Rasul dari jaman ke jaman. Mereka selalu memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan perbaikan aqidah kemudian sesudah itu mereka menyampaikan berbagai permasalahan agama yang lainnya (lihat At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 9-10).
Sebab-Sebab Penyimpangan dari Aqidah yang BenarPenyimpangan dari aqidah yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai aqidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara diputus pacarnya. Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi aqidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12) Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari aqidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:
Itulah pentingnya aqidah dalam kehidupan kita semua sebagai insan. Wallahu a’lam.
— Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi |