Islam adalah agama terbesar dan menjadi mayoritas di Indonesia. Perkembangan agama Islam pun tidak terjadi secara spontan, melainkan melalui beberapa proses. Berikut adalah “Lima Cara Penyebaran Agama Islam di Nusantara” Perdagangan Media perdagangan adalah tahap paling awal dalam penyebaran agama islam yang diperkirakan terjadi pada abad ke 7 dari para pedagang Arab, Pesia dan India. Menurut Thome Pires, sekitar Abad ke-7 sampai Abad ke-16 lalu lintas perdagangan yang melalui Indonesia sangatlah ramai. Dalam agama Islam siapapun bisa sebagai penyebar agama Islam, sehingga hal ini menguntungkan karena para pedagang tersebut dapat menyebarkan agama Islam sambil berdagang Proses penyebaran ini melibatkan semua kelompok masyarakat dan proses ini dipercepat dengan rutuhnya kerajaan Hindu_Budha di nusantara. Perkawinan Media perkawinan adalah tahapan lanjutan dari media perdagangan. Para pedagang yang datang ke nusantara kelamaan akan menetap dan membentuk perkampungan. Tahap selanjutnya, para pedagang yang menetap ada yang membentuk keluarga dengan penduduk setempat dengan cara menikah, misalnya Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila. Adapun syarat memeluk islam yang mudah hanya dengan mengucap syadat saja mempermudah media ini. Media perkawainan berjalan lancar mengingat akan ada keluarga muslim yang menghasilkan keturunan muslim serta mengundang ketertarikan penduduk lainnya untuk memeluk islam. Pendidikan Media yang ketiga adalah pendidikan. Dalam penyebaran agama Islam tidak bisa lepas dari perang penting para ulama, kiai dan guru agama. Para tokoh agama inilah yang menyelenggarakan pendidikan Islam melalui pondok pesantren untuk para santri. Dari para santri inilah nantinya Islam akan disosialisasikan di tengah masyarakat. Contoh pesantren yang berdiri pada masa pertumbuhan agama Islam di Jawa adalah Pesantren Sunan Ampel di Surabaya dan Pesantren Sunan Giri di Giri. Lalu terdapat pula para kiai dan ulama yang dijadikan sebagai penasihat serta guru agama di kerajaan kerajaan. Kyai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Kerajaan Banten dan Syekh Yusuf merupakan penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa di Kerajaan Banten Kesenian Penyebaran agama Islam melalui media kesenian dapat dilakukan melalui seni bangunan, seni pahat atau ukir, tari, musik, dan sastra. Seni yang paling terkenal adalah seni wayang dan musik. Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang aktif menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana wayang. Untuk seni musik adalah sunan bonang yang menciptakan lagu “Tombo Ati”. Lalu ada ganding (lagu-lagu) yang berisikan syair nasihat dan dasar dasar agama islam. Pesan-pesan islamisasi juga dilakukan melalui sastra, misalnya kitab primbon pada abad ke-16 M yang disusun oleh Sunan Bonang. Namun kesenian yang telah berkembang sebelumnya tidak musnah tetapi diperkaya oleh seni Islam yang membentuk sebuah akulturasi. Politik Dalam media politik, kekuasaan raja menjadi peranan utama dalam penyebaran agama islam. Jika raja memeluk islam maka otomatis rakyatnya akan mengikuti. Dengan demikian, setelah agama Islam mulai tumbuh di masyarakat, kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaan yang diikuti dengan penyebaran agama. Contohnya, Sultan Demak yang mengirimkan pasukannya dibawah Fatahilah untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam Itu dia nih “Lima Cara Penyebaran Agama Islam di Nusantara” gimana sudah menambah informasi kamu belum?
NGURI-URI: Ki Purbo Asmoro dalam Safari Dalang di pendapa Ki H. Manteb Soedharsono di Karanganyar, Sabtu (1/5). (CITRA AYU/RADAR SOLO)
DULU, Wali Songo menyebarkan agama Islam melalui berbagai metode yang condong pada pendekatan kearifan lokal. Salah satunya lewat seni dan budaya. Di era perkembangan teknologi seperti sekarang ini, dakwah Islam melalui seni budaya masih tetap terjaga. Ada tiga Wali Songo yang intens berdakwah lewat kesenian dan budya. Yakni Sunan Kalijaga atau Raden Said lewat wayang kulit. Kemudian putranya Sunan Muria atau Raden Umar Said lewat kesenian gamelan. Serta Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim melalui wayang, tembang, dan sastra sufistik. Kini, dakwah lewat seni dan budaya asli Jawa masih terpelihara. Salah satunya melalui Pasinaon Dhalang Ing Surakarta (Padhasuka). Tiap bulan suci Ramadan, rutin menggelar Safari Dalang. Berupa pergelaran wayang kulit di lokasi berbeda. Sekretaris Padhasuka Sugeng Nugroho menjelaskan, karena masih pandemi Covid-19, Ramadan 1442 ini Safari Dalang digelar virtual. Paling gres digelar di pendapa Ki H. Manteb Soedharsono di Karangpandan, Karanganyar, Sabtu (1/5) malam. Merupakan rangkaian kegiatan Jahe Merah Mantabb. Dibawakan dalang Ki Purbo Asmoro dengan lakon Rabine Hanoman. Menurut Sugeng, Padhasuka berupaya meniru dakwah yang dilakukan para Wali Songo. Dulu para wali menggunakan jalur kebudayaan Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Salah satunya melalui wayang kulit. “Cara ini dianggap lebih efektif. Digelar hanya saat Ramadan karena dalam pandangan masyarakat Jawa, bulan suci ini identik dengan Islam. Bulannya umat muslim melakukan ibadah puasa,” ungkap Sugeng kepada Jawa Pos Radar Solo. Tak hanya wayang kulit, kesenian lainnya juga bisa dijadikan media dakwah. Salah satunya karawitan. Salah satunya digiatkan mahasiwa Program Studi (Prodi) Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Melalui Pentas Santiswaran. “Diikuti sekitar 17 mahasiwa. Dulu pada 1996, saya mendirikan kelompok Santiswaran Laras Madya Masjid Nurul Huda. Namun anggotanya sudah tua. Bahkan ada yang sudah meninggal. Pernah juga menggandeng lima masjid di sekitar kampus untuk menggelar pentas. Saat ini rencananya ingin ajak anak-anak TPA di sekitar kampus untuk pentas. Tinggal mencari waktunya,” ucap Kepala Prodi Karawitan ISI Surakarta Waluyo Sastro Sukarno. Waluyo menambahkan, Islam dan kesenian karawitan saling berkaitan. Menurutnya, dulu di Demak, ada gamelan Sekaten yang dibuat oleh para wali. “Jika diartikan menjadi syahadatain. Diekspresikan para wali dengan gamelan berukuran lebih besar dari biasanya. Agar gaungnya lebih besar dan terdengar hingga beberapa kilometer (km),” imbuhnya. Gamelan Sekaten, lanjut Waluyo, dibunyikan dengan materi gending rambu dan rangkung. Ada filosofi yang terkandung dalam tiap alunannya. Contohnya instrumen bonang sebagai leader gamelan. “Bunyi dari bonang itu mengandung makna, bahwa di masyarakat harus memiliki imam. Syarat sebagai imam itu, harus jadi contoh yang baik. Sehingga masyarakat ikhlas mengikuti apa yang dicontohkan oleh imannya,” urai Waluyo. Selain gamelan Sekaten, ada juga gamelan Ageng. Sampai sekarang masih disukai pengrawit. Sebab suaranya enak didengar. Nama gendingnya gambir sawit. Menggambarkan kegembiraan masyarakat Jawa yang telah memeluk agama Islam. “Mereka sadar, bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan kebaikan, pembawa solusi, dan tidak membedakan kedudukan umatnya,” bebernya. (mg1/mg5) tirto.id - Sebelum agama Islam masuk ke nusantara, sudah ada beberapa agama dan aliran kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakat asli Indonesia. Agama maupun kepercayaan itu bahkan sudah mengakar hingga mempengaruhi dan membentuk budaya di tengah masyarakat. Misalnya, sebelum Islam masuk ke nusantara, sebagian masyarakat Indonesia memeluk agama Hindu dan Buddha. Eksistensi agama tersebut terlihat di berbagai produk budaya, adat, sampai kesenian. Ketika Islam mulai diterima sebagian besar masyarakat Indonesia, terjadi pula perubahan sosial, adat hingga kebudayaan. Pengaruh Islam merembes pula dalam berbagai kesenian, adat istiadat dan budaya.
Namun, budaya lama tidak hilang sepenuhnya. Sebab, nilai-nilai Islam yang hidup di masyarakat nusantara kemudian mewarnai budaya dari era sebelumnya tanpa menghapusnya sama sekali. Perluasan pengaruh Islam yang pesat di nusantara turut memicu terbentuknya akulturasi budaya. Jadi, budaya yang sudah mengakar di masyarakat bertemu dengan nilai-nilai Islam. Hasilnya ialah munculnya produk budaya baru yang tidak meninggalkan ciri khas kedua budaya.
Baca juga:
Contohnya terdapat penanggalan Islam yang dipadu dengan weton pada masyarakat Jawa, atau bangunan sejumlah masjid kuno yang memiliki gaya arsitektur candi-candi Hindu.
Mengutip buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas IX terbitan Kemdikbud (2014), ada beberapa contoh budaya nusantara yang dipengaruh nilai-nilai Islam, tetapi masih memuat unsur dari kultur lokal. Di antara contohnya adalah sebagai berikut. 1. Kalender Jawa Kalender Jawa menjadi perpaduan antara kalender hijriah dengan penanggalan Jawa. Misalnya, bulan Muharam diganti menjadi Sura, Safar menjadi Sapar, dan sebagainya. 2. Bangunan masjid Masjid yang merupakan hasil akulturasi budaya nampak pada bangunan masjid kuno. Misalnya, atap masjid berbentuk tumpang, merupakan akulturasi kultur Islam dengan budaya Hindu. Atap seperti ini ditemukan pula pada pura milik orang Hindu. Hadirnya menara sebagai tempat mengumandangkan adzan juga bentuk akulturasi. Bangunannya dari terakota tersusun seperti candi. Contoh menara ini terlihat pada Masjid Kudus. 3. Seni ukir dan kaligrafi Seni ukir yang menjadi hasil akulturasi budaya lokal dengan Islam bisa ditemukan pada berbagai bentuk. Misalnya, ukiran di hiasan masjid, bangunan makam di bagian jirat, nisan, cungkup, dan tiang cungkup. Motifnya antara lain daun, bunga, bukit karang, pemandangan alam, dan kaligrafi. Kaligrafi Islam ditemukan pada banyak masjid kuno. Tidak hanya dahulu saja, ukiran kaligrafi juga masih tersemat pada masjid-masjid kekinian di dinding hingga mimbar. Tidak jarang, kaligrafi itu terukir di kayu dengan motif khas budaya lokal. 4. Seni tari dan musik Bentuk tarian lokal yang diwarnai oleh budaya Islam misalnya tari Zipin. Tari ini diiringi oleh musik dengan nada qasidah dan gambus. Zipin umumnya dipertontonkan dalam upacara atau perayaan tertentu seperti khitanan, pernikahan, dan hari bedar. Tari lainnya yang dipengaruhi budaya Islam adalah tari Seudati dari Aceh, yang kerap disebut tari Saman. Penarinya ada 8 orang yang menggerakkan tari Saman sembari menyanyikan salawat. Di musik, terdapat seni musik rebana, hadrah, qasidah, nasyid, dan gambus. Hadrah, misalnya, menampilkan seni musik hasil perpaduan alat musik perkusi rebana. Musik ini biasa menampilkan lagu salawat maupun pujian pada Allah. 5. Seni pertunjukan Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang memadukan budaya Jawa dengan unsur Islam. Wayang masih lestari sampai sekarang. Cerita wayang memiliki pesan moral berdasar filsafat hidup orang Jawa, yang diiringi musik gamelan. Cerita dalam wayang mengadopsi epos Mahabharatha yang lahir dari agama Hindu, cerita-cerita lisan di budaya lokal Jawa, hingga kisah-kisah lain hasil kreasi para dalang. 6. Seni sastra Seni sastra yang diwarnai nilai-nilai Islam antara lain babad, hikayat, dan suluk. Babad merupakan dongeng yang diubah menjadi cerita sejarah. Contohnya, Babad Tanah Jawi atau Babad Cirebon. Adapun hikayat ialah cerita atau dongeng yang berisi berbagai hal penuh keajaiban dan keanehan, seperti Hikayat Bayan Budiman. Lalu, Suluk adalah kitab-kitab yang menjelaskan bab tasawuf.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
BUDAYA ISLAM
atau
tulisan menarik lainnya
Ilham Choirul Anwar
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|